Rasa Kehilangan Itu

Teringat masa-masa kecil

Saat polos masih bercampur dengan cinta

Dengan pakaian sekenanya

Pada waktu matahari sedang mendarat

Seorang anak menyandang layang-layang

yang dibuat setelah imajinasi siang-malam

Dan menenteng benang pergi ke lapang

yang tak saban hari membuka peluang

Bersama teman ia menunggu bala bantuan

dengan bersiul dan menajamkan indra perasa

ketika tiba ia mulai mencoba menerbangkan

Sekali dua kali menukik dan menabrak

Namun terus berlari dan mencobanya

Ia tarik lalu diulur, tarik lagi tanpa digulung

Ulur tarik ulur hingga temannya kerepotan

Layang-layangpun terbang tanpa benang

Cinta, senang, bangga, kagum, entah apa?

kalah dengan ‘kutarik benang maka terbang tinggi’

Sembari istirahat ia tambatkan pada pancang

Bersenda gurau, tertawa riang, berebut kebolehan

dan menghitung layangan di awan-awan

Tanpa sadar benang telah bergesekan

Lalu layang-layang berayun tanpa kendali

Ingin mengejar namun tempat apa?

Kapan tiba? dan marah yang bagaimana?

Disini bertanya siapa yang harus sedih meronta?

Si anak itu atau Layang-layangnya?

Sebab Aku tak mungkin salah bercerita

Hanya akan memberi sabar dan bahagia

Jikalau keduanya tetap sempurna.